Undang-Undang No. 11 Tahun 2008
tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (“UU ITE”) tidak secara khusus mengatur mengenai tindak
pidana penipuan. Selama ini, tindak pidana penipuan sendiri diatur dalam Pasal 378 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana(“KUHP”), dengan rumusan
pasal sebagai berikut:
“Barangsiapa dengan maksud untuk menguntungkan
diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum dengan menggunakan nama palsu
atau martabat (hoedaningheid) palsu; dengan tipu muslihat, ataupun rangkaian
kebohongan, menggerakkan orang lain untuk menyerahkan barang sesuatu kepadanya,
atau supaya memberi utang maupun menghapuskan piutang, diancam, karena
penipuan, dengan pidana penjara paling lama empat tahun.”
Walaupun UU ITE tidak secara khusus mengatur
mengenai tindak pidana penipuan, namun terkait dengan timbulnya kerugian
konsumen dalam transaksi elektronik terdapat ketentuan Pasal
28 ayat (1) UU ITE yang menyatakan:
“Setiap Orang dengan sengaja, dan tanpa hak
menyebarkan berita bohong dan menyesatkan yang mengakibatkan kerugian konsumen
dalam Transaksi Elektronik.”
Terhadap pelanggaran Pasal 28 ayat (1) UU ITE
diancam pidana penjara paling lama enam tahun dan/atau denda paling banyak Rp1
miliar, sesuai pengaturan Pasal 45 ayat (2) UU ITE.
Jadi, dari rumusan-rumusan Pasal
28 ayat (1) UU ITE dan Pasal 378 KUHP tersebut
dapat kita ketahui bahwa keduanya mengatur hal yang berbeda. Pasal
378 KUHP mengatur penipuan (penjelasan mengenai unsur-unsur dalam
Pasal 378 KUHP silakan simak artikel Penipuan SMS Berhadiah),
sementara Pasal 28 ayat (1) UU ITE mengatur
mengenai berita bohong yang menyebabkan kerugian konsumen dalam transaksi
elektronik (penjelasan mengenai unsur-unsur dalam Pasal 28 ayat (1) UU ITE
silakan simak artikel Arti Berita Bohong dan
Menyesatkan dalam UU ITE).
Walaupun begitu, kedua tindak pidana tersebut
memiliki suatu kesamaan, yaitu dapat mengakibatkan kerugian bagi orang lain.
Tapi, rumusanPasal 28 ayat (1) UU ITE tidak
mensyaratkan adanya unsur “menguntungkan diri sendiri atau orang lain”
sebagaimana diatur dalam Pasal 378 KUHP tentang
penipuan.
Pada akhirnya, dibutuhkan kejelian pihak penyidik
kepolisian untuk menentukan kapan harus menggunakan Pasal 378 KUHP dan kapan
harus menggunakan ketentuan-ketentuan dalam Pasal 28 ayat (1) UU ITE. Namun,
pada praktiknya pihak kepolisian dapat mengenakan pasal-pasal berlapis terhadap
suatu tindak pidana yang memenuhi unsur-unsur tindak pidana penipuan
sebagaimana diatur dalam Pasal 378 KUHPdan memenuhi unsur-unsur tindak
pidana Pasal 28 ayat (1) UU ITE. Artinya, bila memang
unsur-unsur tindak pidananya terpenuhi, polisi dapat menggunakan kedua pasal
tersebut.
Lepas dari itu, menurut praktisi hukum Iman
Sjahputra, kasus penipuan yang menyebabkan kerugian konsumen dari transaksi
elektronik jumlahnya banyak. Di sisi lain, Iman dalam artikel Iman Sjahputra: Konsumen Masih
Dirugikan dalam Transaksi Elektronik juga
mengatakan bahwa seringkali kasus penipuan dalam transaksi elektronik tidak
dilaporkan ke pihak berwenang karena nilai transaksinya dianggap tidak terlalu
besar. Menurut Iman, masih banyaknya penipuan dalam transaksi elektronik karena
hingga saat ini belum dibentuk Lembaga Sertifikasi Keandalan yang diamanatkan Pasal
10 UU ITE.
copy by: http://www.kaskus.us/showthread.php?t=12595439
Terus, bagaimana nasip korban penipuan yang berbeda daerah dengan pelaku ?
BalasHapusCara melaporkan gimana dan seperti apa ?